Sejarah Kota Medan
Sejarah Awal Kota Medan dan Pemerintahannya
Pada zaman dahulu Kota Medan
ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa
kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini
dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. DAN SEI DELI..
Sejarah Awal Kota Medan
Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus,
lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang
selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman
kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur
lenyap sehingga akhirnya kurang popular.
Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli
Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli
yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah
di antara kedua sungai tersebut.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah
liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah
merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang
dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di samping jenis
tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik.
Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama
Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu
bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman
itu adalah Deli Klei.
Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni :
Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada
bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara
bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata
2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan
di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman
penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863
orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat
menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang
sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama
"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari
posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan
sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai
tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang
cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang
merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan
transit yang sangat penting.
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan
isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya
yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian
orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta
adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua
Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran
maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu)
membaca Al-Qur'an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld
ditulis oleh N. ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu
kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri
dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan
antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah
Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Kalau
kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng
sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau
Deli yang sekarang ini.
Penaklukan Aceh
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Kesultanan Aceh
mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana
Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah
Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut.
Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran
imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya,
sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli
sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali,
Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan
Sigara-gara.
Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan
tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal bergelar
"Sri Indra Baiduzzaman Surbakti". Setelah terjadi perkawinan ini
raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.
Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya
Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan
Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya
di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Masa Belanda
Belanda yang menjajah Nusantara kurang lebih tiga setengah abad namun
untuk menguasai Tanah Deli mereka sangat banyak mengalami tantangan
yang tidak sedikit. Mereka mengalami perang di Jawa dengan Pangeran Diponegoro sekitar tahun 1825-1830. Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk menguasai Sumatera, Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau, dan Sisingamangaraja XII di daerah Tapanuli.
Jadi untuk menguasai Tanah Deli Belanda hanya kurang lebih 78 tahun mulai dari tahun 1864 sampai 1942. Setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur Jenderal Belanda Johannes van den Bosch
mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan dia memperkirakan untuk
menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25 tahun.
Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti di tengah jalan karena Menteri Jajahan Belanda waktu itu Jean Chrétien Baud menyuruh mundur pasukan Belanda di Sumatera walaupun mereka telah mengalahkan Minangkabau yang dikenal dengan nama Perang Paderi (1821-1837).
Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh
gerombolan Inggeris dengan pimpinannya bernama Adam Wilson. Berhubung
pada waktu itu kekuatannya terbatas maka Sultan Ismail meminta
perlindungan pada Belanda. Sejak saat itu terbukalah kesempatan bagi
Belanda untuk menguasai Kesultanan Siak Sri Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. Pada tanggal 1 Februari 1858
Belanda mendesak Sultan Ismail untuk menandatangani perjanjian agar
daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan
Serdang di Sumatera Timur masuk kekuasaan Belanda. Karena daerah Deli
telah masuk kekuasaan Belanda otomatislah Kampung Medan menjadi jajahan
Belanda, tapi kehadiran Belanda belum secara fisik menguasai Tanah Deli.
Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher
diangkat menjadi Residen Wilayah Riau dan sejak itu pula dia mengangkat
dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang berkuasa di kerajaan Siak.
Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai pembela Sultan
Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai daerah
taklukan Kesultanan Siak yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung
Medan Putri.
Perkebunan Tembakau
Medan tidak mengalami perkembangan pesat hingga tahun 1860-an, ketika
penguasa-penguasa Belanda mulai membebaskan tanah untuk perkebunan
tembakau. Jacob Nienhuys, Van der Falk, dan Elliot, pedagang tembakau
asal Belanda memelopori pembukaan kebun tembakau di Tanah Deli. Nienhuys
yang sebelumnya berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli diajak
seorang Arab Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar
Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli. Nienhuys pertama kali berkebun
tembakau di tanah milik Sultan Deli seluas 4.000 Bahu di Tanjung Spassi,
dekat Labuhan. Maret 1864, Nienhuys mengirim contoh tembakau hasil
kebunnya ke Rotterdam, Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata, daun
tembakau itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan cerutu.
Melambunglah nama Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu
terbaik.
Seperti yang dituliskan oleh Tengku Luckman Sinar dalam bukunya,
dijelaskan bahwa "kuli-kuli perkebunan itu umumnya orang-orang Tionghoa
yang didatangkan dari Jawa, Tiongkok, Singapura, atau Malaysia. “Belanda
menganggap orang-orang Karo dan Melayu malas serta melawan sehingga
tidak dapat dijadikan kuli”
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari
perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang
merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863,
Sultan Deli memberikan kepada Jacob Nienhuys,
Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah
seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di
Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh
hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya.
Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk
pembungkus cerutu.
Perjanjian tembakau ditandatangani Belanda dengan Sultan Deli pada
tahun 1865. Selang dua tahun, Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan
Cremer mendirikan perusahaan De Deli Maatschappij yang disingkat Deli
Mij di Labuhan. Pada tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor pusat Deli
Mij dari Labuhan ke Kampung Medan. Kantor baru itu dibangun di pinggir
sungai Deli, tepatnya di kantor PTPN II (eks PTPN IX) sekarang. Dengan
perpindahan kantor tersebut, Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas
pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling
mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat. Pesatnya
perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang
mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang. Mereka kemudian
membuka perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal pada tahun 1869,
serta sungai Beras dan Klumpang pada tahun 1875.
Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".
Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya
menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli
dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis
ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari
(Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada
tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah
ke Medan.
Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya
menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente
(Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mackay. Berdasarkan "Acte van
Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal
30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada
Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan
langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih
terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas,
Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.
Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang
terdiri dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang
dan Timur Asing lainnya 139 orang.
Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas
dibangun. Beberapa di antaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di
Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan
Brandan - Besitang (1919), Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru
Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924),
Perkumpulan Renang Medan (1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik
Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga Kebun Bunga (1929).
Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah
memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu.
sedang dijadikannya medan sebagai ibukota deli juga telah menjadikannya
Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah. sampai saat ini di
samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota
Propinsi Sumatera Utara.
Masa Penjajahan Jepang
Tahun 1942 penjajahan Belanda berakhir di Sumatera yang ketika itu
Jepang mendarat dibeberapa wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi
dan khusus di Sumatera Jepang mendarat di Sumatera Timur.
Tentara Jepang yang mendarat di Sumatera adalah tentara XXV yang berpangkalan di Shonanto yang lebih dikenal dengan nama Singapura,
tepatnya mereka mendarat tanggal 11 malam 12 Maret 1942. Pasukan ini
terdiri dari Divisi Garda Kemaharajaan ke-2 ditambah dengan Divisi ke-18
dipimpin langsung oleh Letjend. Nishimura. Ada empat tempat pendaratan
mereka ini yakni Sabang, Ulele, Kuala Bugak (dekat Peureulak, Aceh Timur sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batubara sekarang).
Pasukan tentara Jepang yang mendarat di kawasan Tanjung Tiram inilah
yang masuk ke Kota Medan, mereka menaiki sepeda yang mereka beli dari
rakyat di sekitarnya secara barter. Mereka bersemboyan bahwa mereka
membantu orang Asia karena mereka adalah saudara Tua orang-orang Asia
sehingga mereka dieluelukan menyambut kedatangannya.
Ketika peralihan kekuasaan Belanda kepada Jepang Kota Medan kacau
balau, orang pribumi mempergunakan kesempatan ini membalas dendam
terhadap orang Belanda. Keadaan ini segera ditertibkan oleh tentara
Jepang dengan mengerahkan pasukannya yang bernama Kempetai
(Polisi Militer Jepang). Dengan masuknya Jepang di Kota Medan keadaan
segera berubah terutama pemerintahan sipilnya yang zaman Belanda disebut
gemeentebestuur oleh Jepang dirobah menjadi Medan Sico
(Pemerintahan Kotapraja). Yang menjabat pemerintahan sipil di tingkat
Kotapraja Kota Medan ketika itu hingga berakhirnya kekuasaan Jepang
bernama Hoyasakhi. Untuk tingkat keresidenan di Sumatera Timur karena
masyarakatnya heterogen disebut Syucokan yang ketika itu dijabat oleh
T.Nakashima, pembantu Residen disebut dengan Gunseibu.
Penguasaan Jepang semakin merajalela di Kota Medan mereka membuat
masyarakat semakin papa, karena dengan kondisi demikianlah menurut
mereka semakin mudah menguasai seluruh Nusantara, semboyan saudara Tua
hanyalah semboyan saja. Di sebelah Timur Kota Medan yakni Marindal
sekarang dibangun Kengrohositai sejenis pertanian kolektif. Di kawasan
Titi Kuning Medan Johor sekarang tidak jauh dari lapangan terbang
Polonia sekarang mereka membangun landasan pesawat tempur Jepang.
Masa Kemerdekaan
Dimana-mana di seluruh Indonesia menjelang tahun 1945 bergema
persiapan Proklamasi demikian juga di Kota Medan tidak ketinggalan para
tokoh pemudanya melakukan berbagai macam persiapan. Mereka mendengar
bahwa bom atom telah jatuh melanda Kota Hiroshima, berarti kekuatan
Jepang sudah lumpuh. Sedangkan tentara sekutu berhasrat kembali untuk
menduduki Indonesia.
Khususnya di kawasan kota Medan dan sekitarnya, ketika penguasa
Jepang menyadari kekalahannya segera menghentikan segala kegiatannya,
terutama yang berhubungan dengan pembinaan dan pengerahan pemuda. Apa
yang selama ini mereka lakukan untuk merekrut massa pemuda seperti
Heiho, Romusha, Gyu Gun dan Talapeta mereka bubarkan atau kembali kepada
masyarakat. Secara resmi kegiatan ini dibubarkan pada tanggal 20
Agustus 1945 karena pada hari itu pula penguasa Jepang di Sumatera Timur
yang disebut Tetsuzo Nakashima mengumumkan kekalahan Jepang. Ia juga
menyampaikan bahwa tugas pasukan mereka dibekas pendudukan untuk menjaga
status quo sebelum diserah terimakan pada pasukan sekutu. Sebagian
besar anggota pasukan bekas Heiho, Romusha, Talapeta dan latihan Gyu Gun
merasa bingung karena kehidupan mereka terhimpit dimana mereka hanya diberikan uang saku yang terbatas, sehingga mereka kelihatan berlalu lalang dengan seragam coklat di tengah kota.
Beberapa tokoh pemuda melihat hal demikian mengambil inisiatif untuk
menanggulanginya. Terutama bekas perwira Gyu Gun di antaranya Letnan
Achmad Tahir mendirikan suatu kepanitiaan untuk menanggulangi para bekas
Heiho, Romusha yang famili/saudaranya tidak ada di kota Medan. Panitia
ini dinamai dengan “Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun“ yang
berkantor di Jl. Istana No.17 (Gedung Pemuda sekarang).
Tanggal 17 Agustus 1945 gema kemerdekaan telah sampai ke kota Medan
walupun dengan agak tersendat-sendat karena keadaan komunikasi pada
waktu itu sangat sederhana sekali. Kantor Berita Jepang “Domei" sudah
ada perwakilannya di Medan namun mereka tidak mau menyiarkan berita
kemerdekaan tersebut, akibatnya masyarakat tambah bingung.
Sekelompok kecil tentara sekutu tepatnya tanggal 1 September 1945
yang dipimpin Letnan I Pelaut Brondgeest tiba di kota Medan dan
berkantor di Hotel De Boer (sekarang Hotel Dharma Deli). Tugasnya adalah
mempersiapkan pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Pada ketika itu
pula tentara Belanda yang dipimpin oleh Westerling didampingi perwira
penghubung sekutu bernama Mayor Yacobs dan Letnan Brondgeest berhasil
membentuk kepolisian Belanda untuk kawasan Sumatera Timur yang
anggotanya diambil dari eks KNIL dan Polisi Jepang yang pro Belanda.
Akhirnya dengan perjalanan yang berliku-liku para pemuda mengadakan
berbagai aksi agar bagaimanapun kemerdekaan harus ditegakkan di
Indonesia demikian juga di kota Medan yang menjadi bagiannya. Mereka itu
adalah Achmad Tahir, Amir Bachrum Nasution, Edisaputra, Rustam Efendy,
Gazali Ibrahim, Roos Lila, A.malik Munir, Bahrum Djamil, Marzuki Lubis
dan Muhammad Kasim Jusni.
1990-an dan 2000-an
Pada tahun 1998, dari 4 hingga 7 Mei,
Medan dilanda kerusuhan besar yang menjadi titik awal
kerusuhan-kerusuhan besar yang kemudian terjadi di sepanjang Indonesia,
termasuk Peristiwa Mei 1998 di Jakarta seminggu kemudian. Dalam kerusuhan yang terkait dengan gerakan "Reformasi" ini, terjadi pembakaran, perusakan, maupun penjarahan yang tidak dapat dihentikan aparat keamanan.
Saat ini kota Medan telah kembali berseri. Pembangunan sarana dan
prasarana umum gencar dilakukan. Meski jumlah jalan-jalan yang rusak,
berlobang masih ada, namun jika dibandingkan dahulu, sudah sangat
menurun.Kendala klasik yang dihadapi kota modern seperti Medan adalah kemacetan
akibat jumlah kenderaan yang meningkat pesat dalam hitungan bulan,
tidak mampu diimbangi dengan peningkatan sarana jalan yang memadai.
Pemerintahan
Kota Medan dipimpin oleh seorang walikota. Saat ini, jabatan walikota Medan dijabat oleh Rahudman Harahap dengan jabatan wakil walikota dijabat oleh Dzulmi Eldin. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan.
Wali kota
No. | Nama | Masa jabatan |
---|---|---|
Daniël Mackay | 1918 - 1931 | |
J.M. Wesselink | 1931 - 1935 | |
G. Pitlo | 1935 - 1938 | |
C.E.E. Kuntze | 1938 - 1942 | |
Shinichi Hayasaki (早崎 真一 Hayasaki Shinichi ) | 1942 - 1945 | |
1 | Luat Siregar | 3 Oktober - 10 November 1945 |
2 | M. Yusuf | 10 November 1945 - Agustus 1947 |
3 | Djaidin Purba | 1 November 1947 - 12 Juli 1952 |
4 | A.M. Jalaluddin | 12 Juli 1952 - 1 Desember 1954 |
5 | Hadji Muda Siregar | 6 Desember 1954 - 14 Juni 1958 |
6 | Madja Purba | 3 Juli 1958 - 28 Februari 1961 |
7 | Basyrah Lubis | 28 Februari 1961 - 30 Oktober 1964 |
8 | P.R. Telaumbanua | 10 Oktober 1964 - 28 Februari 1965 |
9 | Aminurrasyid | 28 Agustus 1965 - 26 September 1966 |
10 | Sjoerkani | 26 September 1966 - 3 Juli 1974 |
11 | M. Saleh Arifin | 3 Juli 1974 - 31 Maret 1980 |
12 | Agus Salim Rangkuti | 1 April 1980 - 31 Maret 1990 |
13 | Bachtiar Djafar | 1 April 1990 - 31 Maret 2000 |
14 | Abdillah | 1 April 2000 - 20 Agustus 2008 |
Afifuddin Lubis (penjabat) | 20 Agustus 2008 - 22 Juli 2009[10] | |
Rahudman Harahap (penjabat) | 23 Juli 2009[10]- 16 Februari 2010[11] | |
Syamsul Arifin (penjabat) | 16 Februari 2010[11] - 25 Juli 2010[2][3][4] | |
15 | Rahudman Harahap[12] | 26 Juli 2010 - sekarang[2][3][4] |
Pemilihan umum kepala daerah Kota Medan 2010
Pasangan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin memperoleh jumlah suara
terbanyak pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan yang dilaksanakan
dalam 2 putaran. Putaran pertama diikuti oleh 10 pasangan calon
walikota dan calon wakil walikota. Dalam putaran kedua, pasangan
Rahudman-Dzulmi bertemu dengan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti. Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin dilantik pada tanggal 26 Juli 2010 di gedung DPRD Kota Medan oleh Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin, atas nama Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.[2][3][4]
Geografi
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil
dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan
terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur
Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan
berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.
Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:
Utara | Selat Malaka |
Selatan | Kabupaten Deli Serdang |
Barat | Kabupaten Deli Serdang |
Timur | Kabupaten Deli Serdang |
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan
sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan.
Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya
sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun,
Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan
lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu
mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling
menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka,
Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan
perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar
negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong
perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah
Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
Sungai
Sedikitnya ada sembilan sungai yang melintasi kota ini:
- Sungai Belawan
- Sungai Badera
- Sungai Sikambing
- Sungai Putih
- Sungai Babura
- Sungai Deli
- Sungai Sulang-Saling
- Sungai Kera
- Sungai Tuntungan
Selain itu, untuk mencegah banjir yang terus melanda beberapa wilayah
Medan, pemerintah telah membuat sebuah proyek kanal besar yang lebih
dikenal dengan nama Medan Kanal Timur.
Demografi
Tahun | Penduduk |
---|---|
2001 | 1.926.052 |
2002 | 1.963.086 |
2003 | 1.993.060 |
2004 | 2.006.014 |
2005 | 2.036.018 |
2007 | 2.083.156 |
2008 | 2.102.105 |
2009 | 2.121.053[13] |
2010 | 2.109.339[6][7][8] |
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan
telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari
pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut
diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap
diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk
komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah
penduduk yang besar.
Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa.[6][7][8] Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan.[6][7][8]
Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju
(komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur
0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).
Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang
1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat
dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai
10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang
cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa,
perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung
mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000
adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat
kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada
tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli,
disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling
sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan
Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan
Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.
Etnis | Tahun 1930 | Tahun 1980 | Tahun 2000 |
---|---|---|---|
Jawa | 24,89% | 29,41% | 33,03% |
Batak | 2,93% | 14,11% | 20,93%* |
Tionghoa | 35,63% | 12,8% | 10,65% |
Mandailing | 6,12% | 11,91% | 9,36% |
Minangkabau | 7,29% | 10,93% | 8,6% |
Melayu | 7,06% | 8,57% | 6,59% |
Karo | 0,19% | 3,99% | 4,10% |
Aceh | -- | 2,19% | 2,78% |
Sunda | 1,58% | 1,90% | -- |
Lain-lain | 14,31% | 4,13% | 3,95% |
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93% |
Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4 tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa.
Kehidupan sosial
Pekerjaan
Sebagai kota terbesar di Pulau Sumatra dan di Selat Malaka, penduduk
Medan banyak yang berprofesi di bidang perdagangan. Biasanya pengusaha
Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah
kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etnis
Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh
orang-orang Mandailing. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan
pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, dan wartawan,
mayoritas digeluti oleh orang Minangkabau.[14]
Etnis | Pengacara | Dokter | Notaris | Wartawan |
---|---|---|---|---|
Aceh | 2,6% | 3,9% | -- | 3,7% |
Batak | 13,2% | 15,9% | 18,5% | 8,5% |
Jawa | 5,3% | 15,9% | 11,1% | 10,4% |
Karo | 5,3% | 10% | 7,4% | 0,6% |
Mandailing | 23,6% | 14,1% | 14,8% | 18,3% |
Minangkabau | 36,8% | 20,6% | 29,7% | 37,7% |
Melayu | 5,3% | 5,9% | 3,7% | 17,7% |
Sunda | -- | -- | 3,7% | 10,4% |
Tionghoa | -- | 14,7% | 7,4% | 1,2% |
Pola pemukiman
Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman
kelompok-kelompok etnis. Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli kota,
banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis Tionghoa dan Minangkabau
yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal
di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman orang Tionghoa dan
Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat
perbelanjaan. Orang Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota
yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan
masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah
kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati.[14]
Pendidikan
Pendidikan formal | SD negeri dan swasta | SMP negeri dan swasta | SMA negeri dan swasta | Perguruan tinggi |
---|---|---|---|---|
Jumlah satuan | 827 | 337 | 288 | 72 |
[16] |
Situs pariwisata
Ada banyak bangunan-bangunan tua di Medan yang masih menyisakan arsitektur khas Belanda.
Contohnya: Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan, Menara Air (yang
merupakan ikon kota Medan), Titi Gantung - sebuah jembatan di atas rel
kereta api, dan juga Gedung London Sumatera.
Selain itu, masih ada beberapa bangunan bersejarah, antara lain Istana Maimun, Mesjid Raya Medan, dan juga rumah Tjong A Fie di kawasan Jl. Jend. Ahmad Yani (Kesawan).
Daerah Kesawan masih menyisakan bangunan-bangunan tua, seperti
bangunan PT. London Sumatra, dan ruko-ruko tua seperti yang bisa
ditemukan di Penang, Malaysia dan Singapura.
Ruko-ruko ini, kini telah disulap menjadi sebuah pusat jajanan makan
yang ramai pada malam harinya. Saat ini Pemerintah Kota merencanakan
Medan sebagai Kota Pusat Perbelanjaan dan Makanan. Diharapkan dengan
adanya program ini menambah arus kunjungan dan lama tinggal wisatawan ke
kota ini.
Di daerah Kesawan ini, terdapat Kantor Notaris/PPAT Hj. Chairani
Bustami, S.H. yang merupakan salah satu Notaris tertua di Medan, setelah
Alm. A.P. Parlindungan, S.H. Saat ini Hj. Chairani telah pensiun dan
aktif mengajar di Universitas Sumatera Utara. Aktivitas kantor ini kemudian digantikan oleh putra-putrinya yang juga meneruskan profesi orang tuanya sebagai Notaris.
Bangunan Tua
- Kantor Balai Kota
- Kantor Pos Pusat
- Stasiun Kereta Api Lama
- Menara Bakaran Batu
- Istana Maimoon
- Menara Air Tirtanadi
- Tjong A Fie Mansion
- PT PP London Sumatera
Hotel
- Grand Angkasa International Hotel
- Danau Toba International Hotel
- JW Marriott
- Grand Aston City Hall
- Grand Swissbell Hotel
- The Aryaduta Hotel
- Hotel Citi International
- Santika Premiere Dyandra Hotel
- Hotel Deli River
- Garuda Plaza Hotel
- Alpha Inn
- Grand Delta Hotel
- Asean International Hotel
- Hotel Soechi International
- Hotel Tiara Medan
Tempat Ibadah
- Masjid Raya Al-Mashun
- Graha Bunda Maria Annai Velangkani
- Katedral Roma Katholik
- Kuil Shri Mariamman
- Maha Vihara Maitreya
- Kelenteng Gunung Timur
Wisata Kuliner
- Merdeka Walk, pusat jajanan 24 jam yang terletak di Lapangan Merdeka Medan dan tepat berada di seberang Balai Kota Medan.
- Ramadhan Fair, khusus dibuka pada saat bulan puasa (Ramadhan) terletak bersebelahan dengan Mesjid Raya Medan.
- Kuliner Pagaruyung, masakan India & Indonesia di daerah "Kampung Keling" ("Kampung Madras").
- Pasar Merah Square, terletak di Jalan H.M. Jhoni, berdekatan dengan Kampus ITM & UMSU.
- Amaliun Food Court, terletak di Jalan Amaliun, dekat dengan Yuki Simpang Raya.
- Jalan Dr. Mansyur (Kampus USU), pilihan berbagai cafe yang menawarkan beragam hidangan.
- Jalan Semarang, masakan Tionghoa pada malam hari.
Transportasi
Darat
Terminal yang melayani warga Medan:
Keunikan Medan terletak pada becak bermotornya (becak mesin/ becak motor) yang dapat ditemukan hampir di seluruh Medan. Berbeda dengan becak biasa (becak dayung),
becak motor dapat membawa penumpangnya kemana pun di dalam kota. Selain
becak, dalam kota juga tersedia angkutan umum berbentuk minibus (angkot/oplet) dan taksi.
Pengemudi becak berada di samping becak, bukan di belakang becak
seperti halnya di Jawa, yang memudahkan becak Medan untuk melalui jalan
yang berliku-liku dan memungkinkan untuk diproduksi dengan harga yang
minimal, karena hanya diperlukan sedikit modifikasi saja agar sepeda atau sepeda motor biasa dapat digunakan sebagai penggerak becak. Desain ini mengambil desain dari sepeda motor gandengan perang Jerman di Perang Dunia II.
Sebutan paling khas untuk angkutan umum adalah Sudako. Sudako pada awalnya menggunakan minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas 500cc. Bentuknya merupakan modifikasi dari mobil pick up.
Pada bagian belakangnya diletakkan dua buah kursi panjang sehingga
penumpang duduk saling berhadapan dan sangat dekat sehingga
bersinggungan lutut dengan penumpang di depannya.
Trayek pertama kali sudako adalah "Lin 01", (Lin sama dengan
trayek) yang menghubungkan antara daerah Pasar Merah (Jl. HM. Joni), Jl.
Amaliun dan terminal Sambu, yang merupakan terminal pusat pertama
angkutan penumpang ukuran kecil dan sedang. Saat ini "Daihatsu S38 500
cc" sudah tidak digunakan lagi karena faktor usia, dan berganti dengan
mobil-mobil baru seperti Toyota Kijang, Isuzu Panther, Daihatsu Zebra, dan Espass.
Selain itu, masih ada lagi angkutan lainnya yaitu bemo, yang berasal dari India. Beroda tiga dan cukup kuat menanjak dengan membawa 11 penumpang. Bemo kemudian digantikan oleh Bajaj yang juga berasal dari India, yang di Medan dikenal dengan nama "toyoko".
Kereta api menghubungkan Medan dengan Tanjungpura di sebelah barat laut, Belawan di sebelah utara, dan Binjai-Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan Tebing Tinggi-KisaranTanjungbalai-Rantau Prapat di tenggara. Jalan Tol Belmera menghubungkan Medan dengan Belawan dan Tanjung Morawa. Jalan tol Medan-Lubuk Pakam dan Medan-Binjai juga sedang direncanakan pembangunannya.
Laut
Pelabuhan Belawan terletak di bagian utara kota. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan Indonesia tersibuk di luar pulau Jawa. Layanan kapal feri menghubungkan Belawan dengan Penang, Malaysia.
Udara
Bandar Udara Internasional Polonia yang terletak tepat di jantung kota, menghubungkan Medan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Batam, Palembang, Jakarta, Gunung Sitoli serta Kuala Lumpur, Penang, Ipoh, Alor Setar di Malaysia, dan Singapura. Sebuah bandara internasional baru di Kuala Namu di kabupaten Deli Serdang sedang dalam pembangunan.
Media massa
Televisi
Stasiun televisi yang ada di Kota Medan antara lain adalah ANTV, Global TV, Indosiar, MetroTV, MNCTV, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans7, tvOne, TVRI Sumatera Utara (TVRI), Deli TV (SINDOtv), TV Anak Medan (TV Anak Spacetoon), CNTV (B-Channel) dan DAAI TV Medan (DAAI TV). Seluruh stasiun televisi milik pemerintah dan swasta bersiaran nasional memiliki koresponden dan biro di Kota Medan.
Surat kabar
Di Kota Medan, terdapat banyak surat kabar yang beredar, seperti harian Harian Waspada, Harian Sinar Indonesia Baru, dan Harian Analisa. Beberapa surat kabar kota Medan yang lain yaitu: Harian Medan Bisnis, Posmetro Medan, Harian Global, dan Harian Berita Sore.
Pusat perbelanjaan
Plaza dan Mal
- Deli Plaza, Sinar Plaza, Menara Plaza, digabung menjadi satu dengan nama "Deli Grand City".
- Grand Palladium, terletak di Medan Petisah.
- Plaza Medan Fair, terletak di Medan Petisah.
- Medan Mall, terletak di Pusat Pasar.
- Medan Plaza, satu di antara plaza tertua di Medan. Plaza ini berhasil bertahan karena tetap mempertahankan penyewa kios yang menyediakan beragam barang dan jasa yang ekonomis.
- Millenium Plaza, pusat penjualan telepon genggam, dulu bernama "Tata Plaza" sampai dengan tahun 1999.
- Sun Plaza, terletak di dekat Kantor Gubernur Sumatera Utara di Medan Petisah.
- Cambridge City Square, di atasnya terdapat 4 bangunan yang berupa apartemen.
- Thamrin Plaza, terletak di Medan Area, Medan.
- Perisai Plaza, sejak tahun 2006 Perisai Plaza mulai tutup secara perlahan.
- Olympia Plaza, satu di antara plaza tertua di Medan, bersebelahan dengan Medan Mall. Namun kini sudah tidak beroperasi sebagai tempat grosir pakaian, sepatu dan barang pecah belah.
- Brastagi Mall, awalnya bernama Price Mart. Selanjutnya berganti nama menjadi The Club Store. Setelah direnovasi, plaza ini berganti nama menjadi Mall The Club Store. Dan akhirnya berganti nama menjadi Brastagi Mall.
- Hong Kong Plaza - Novotel Soechi
- Macan Group (Macan Yaohan, Macan Syariah, Macan Mart, Macan Mart Syariah)
- Lotte Mart Wholesale, dulu bernama Makro.
- Yuki Pasar Raya dan Yuki Simpang Raya
- Yanglim Plaza
Pasar
- Pusat Pasar, salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur mayur.
- Pasar Petisah. pemerintah kota menggabungkan pasar tradisional dan pasar modern. Tak heran jika sekarang tampilannya tidak kumuh dan becek seperti pasar tradisional umumnya. Pasar Petisah menjadi acuan berbelanja yang murah dan berkualitas.
- Pasar Beruang, terletak di Jalan Beruang.
- Pasar Simpang Limun, salah satu pasar tradisonal yang cukup tua dan menjadi merek dagang kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis. Saat ini sedang dalam tahap penataan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas akibat kesibukan pasar ini.
- Pasar Sukaramai, pasar ini terletak di persimpangan Jalan Aksara & Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza.
- Pasar Simpang Melati, pasar ini terkenal sebagai tempat perdagangan pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu pakaian bekas setelah Pasar Simalingkar dan Jl. Pancing. Pasar Simpang Melati ramai dikunjungi pada akhir pekan.
- Pasar Ikan Lama, pasar ini tidak menjual ikan, pasar ini memasarkan tekstil yang cukup terkenal, bahkan tak jarang dijadikan sebagai obyek kunjungan wisata bagi para turis asing.
Ada keunikan tersendiri dalam pengucapan Pasar di kalangan masyarakat di Medan. Orang Medan biasanya menyebut Pasar dengan sebutan Pajak seperti menyebut Pajak Petisah, Pajak Ikan Lama, dll sehingga orang dari luar daerah Kota Medan bingung dengan mengira merujuk kepada kantor Dinas Perpajakan. Tidak diketahui asal-usul kebiasaan pengucapan ini di Kalangan Masyarakat di Kota Medan.
Olahraga
Beberapa klub olahraga yang terdapat di Medan antara lain klub sepak bola: PSMS Medan, Medan Jaya, Medan Chiefs, Bintang PSMS Medan dan Medan United; dan klub basket: Angsapura Sania. Gelanggang olahraga yang terdapat di Medan antara lain Stadion Teladan, Stadion Kebun Bunga, dan GOR Angsapura. Sedangkan lapangan berolahraga adalah Lapangan Merdeka, Lapangan Persit Chandra Kirana (Jalan Gaperta), dan Lapangan Benteng.
Pekan Olahraga Kota Medan
Sejak tahun 2009, KONI Kota Medan dam pemerintah Kota Medan
mengadakan Pekan Olahraga Kota (Porkot). Pembukaan dan penutupan Porkot
dilaksanakan di Stadion Teladan.[17][18]
Porkot 2009 dilaksanakan tanggal 11-18 Agustus 2009 mempertandingkan 30 cabang olahraga.[17] Kecamatan Medan Helvetia menjuarai Porkot ini.[19][20]
Porkot 2010 dilaksanakan tanggal 11-18 Desember 2010 mempertandingkan 32 cabang olahraga.[21][22] Kecamatan Medan kota menjuarai porkot ini.[19]
Porkot 2011 dilaksanakan tanggal 15-22 Oktober 2011 mempertandingkan 33 cabang olahraga.[18]
Kecamatan Medan Kota menjuarai Porkot ini dengan kecamatan Medan
Helvetia berada di peringkat kedua dan kecamatan Medan Denai berada di
peringkat ketiga.[23][24][25]
Kota kembar
Negara | Kota | Negara Bagian / Daerah |
---|---|---|
Malaysia | Georgetown | Pulau Pinang |
Jepang | Ichikawa | Prefektur Chiba |
Korea Selatan | Gwangju | South Jeolla |
Republik Rakyat China | Chengdu | Sichuan |
Australia | Melbourne | Victoria |
Amerika Serikat | Chicago | Illinois |
India | Chennai | Tamil Nadu |
Forum ini telah menjadi ajang saling tukar-menukar informasi dan
perundingan untuk membincangkan berbagai masalah ekonomi dan perkotaan.
Berbagai kerangka kerjasama antara kota bersaudara, kenyataannya terus berkembang dalam bidang-bidang yang semakin luas, baik sosial maupun pendidikan. Di bidang sosial, misalnya Ichikawa memanfaatkan forum ini untuk membantu pengadaan alat bantu pendengaran
untuk melengkapi kemudahan kesehatan kota Medan. Di bidang pengembangan
sumber daya manusia, Ichikawa juga memberikan bantuan latihan bagi
Pemerintah Kota Medan dalam bentuk magang, termasuk mengadakan program
pertukaran pelajar di antara kedua kota.
Hal yang sama juga berlangsung antara Medan dengan kota kembar
lainnya, baik Kwangju maupun Pulau Pinang. Di bidang perdagangan, forum
ini telah menguruskan Pameran Perdagangan Kota Kembar (Sister City Trade Fair)
yang bertaraf internasional, sehingga mampu mendorong pertemuan
pengusaha-pengusaha kota masing-masing. Dengan nyata, hal ini mampu
mendorong peningkatan perdagangan dan pelaburan di kota masing-masing di
samping memberikan kepastian dan perluasan pasaran produk yang
dihasilkan.
Tokoh
Tokoh terkenal yang lahir di Medan:
- Peter Alma, seniman Belanda
- Chairil Anwar, penyair Indonesia
- Jan Gualtherus van Breda Kolff, pemain sepak bola Belanda
- Let. Jend. Djamin Ginting, Mantan Panglima Kodam I/BB
- Tengku Amir Hamzah, Pujangga
- Burhanuddin Harahap, Perdana Menteri Indonesia ke-9
- Kees Hoving, perenang Belanda
- Cees Korvinus, politikus dan advokat Belanda
- John Juanda, pemain poker Amerika Serikat
- Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pendiri Kota Medan
- Amir Sjarifuddin, Perdana Menteri Indonesia ke-2
- Soegiarto, Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia di Kabinet Indonesia Bersatu sebelum Perombakan II
- Babs van Wely, ilustrator Belanda
- Ruhut Sitompul, pengacara dan politikus Indoneisa
0 komentar:
Posting Komentar